Rabu, 19 Agustus 2009

Marhaban Ya Ramadhan


Pimpinan dan staf Pusat Pelayanan Psikologi Al Hikmah
mengucapkan menunaikan ibadah bulan Ramadhan 1430 H.
Semoga menjadi jalan untuk masuk golongan Muttaqin

Anakku Berubah Menjadi Emosional

Assalamulaikum,
Pada kurun waktu satu tahun terakhir, terutama enam bulan terakhir ini putra kami menunjukkan perubahan sikap dan perilaku. Ananda yang dulu cukup mandiri sekarang begitu tergantung pada orang lain untuk aktivitas tertentu. Ananda juga menjadi tidak mudah menyesuaikan diri dengan aturan. Jika dahulu seringkali nampak ceria, akhir-akhir ini cenderung suka marah, emosional, teriak-teriak, dan sering menangis. Sejak bayi, ananda berkumpul dengan kami selama 3 bulan saja, setelah itu saya pergi ke luar kota dan ananda tinggal bersama ibu, kakek, dan nenek. Sejak itu pertemuan dengan saya tentunya tidak bisa setiap hari. Menurut kami, ananda memiliki perkembangan fisik dan psikologis yang baik sejak bayi hingga usia masuk pendidikan TK. Kemampuan motorik dan berbahasa nampak bagus dan ananda menunjukkan daya tangkap dan proses belajar yang cepat.
Pada kurun waktu setahun terakhir memang terdapat perubahan kondisi lingkungan. Ananda diasuh oleh kakek, nenek, dan seorang pengasuh yang baru dikenal dan hanya bertemu dengan sayadan ibunya dalam satu minggu sekali. Saya memang bekerja di luar kota dan ibunya sedang menempuh pendidikan lanjutan di kota yang sama. Kakek, nenek, dan pengasuh menerapak pola asuh yang agak berbeda dari pola asuh ibu sebelumnya. Ananda cenderung dimanjakan saat ini, bahkan beberapa aturan tegas yang dibangun ibunya semasa kecil diabaikan oleh pengasuh yang sekarang. Apa yang harus kami lakukan sekarang ya?
(Bapak W)

Wa’alaikumsalam
Beberapa anak yang memiliki gangguan emosi dipengaruhi oleh tingkat intelegensinya. Sebagian dari anak-anak yang integensinya kurang menjadi cenderung kurang bisa dikendalikan dan menjadi mudah emosional. Jika putra ibu nampak cerdas, maka kemungkinan gangguan emosinya tidak disebabkan oleh tingkat intelegensi.
Sebagaian anak yang memiliki gangguan emosi disebabkan oleh perkembangan motorik yang kurang optimal. Anak-anak seperti ini akan merasa tidak nyaman dengan tubuhnya sehingga mencari bentuk pengalihan, dimana salah satunya adalah bentuk perilaku emosional. Jika ananda juga menunjukkan kemampuan motorik halus dan motorik kasar yang baik, maka perubahan perilaku secara umum juga tidak disebabkan oleh masalah fisik dan motorik.
Maka kemungkinan besar, dari cerita bapak, perubahan emosi itu diakibatkan oleh perubahan situasi lingkungan. Putra bapak mungkin saja sedang melakukan proses penyesuaian diri dengan perubahan lingkungan yang menimbulkan perubahan perilaku yang kurang diharapkan. Penyesuaian diri yang dimaksud adalah terpisah dalam kehidupan sehari-hari dari figur lekat ibu. Perilaku yang kurang diharapkan adalah sikap emosional dan penurunan tingkat kemandirian. Perilaku ini muncul sebagai bentuk pengalihan akan kecemasan yang dirasakannya dan kebutuhan perhatian serta kasih sayang dari figur-figur yang diharapkan, yaitu ayah dan ibu.
Perilaku yang kurang diharapkan dalam bentuk sikap emosional dan penurunan tingkat kemandirian adalah dampak dari inkonsistensi pola asuh. Maksudnya jika dahulu ananda mendapat pola asuh seimbang dengan beberapa aturan yang berlaku, maka saat ini aturan-aturan yang dulu dibangun diabaikan oleh pengasuh yang sekarang. Inkonsistensi aturan biasanya memang berdampak terhadap perubahan perilaku seseorang. Oleh karena itu, saran yang pertama adalah mengembalikan konsistensi pola asuh pada putra bapak. Pengasuh yang sekarang perlu untuk diajak kompromi tentang mekanisme pola asuh agar dalam penerapan sehari-hari tetap mempertahankan pola asuh yang dahulu.
Saran kedua, lingkungan perlu membantu agar kecemasan yang dirasakan putra ibu berkurang. Jika kondisi jarak yang jauh serta frekuensi pertemuan saat ini cukup menghambat pemenuhan kebutuhannya, maka bapak, ibu, dan putra disarankan untuk tinggal bersama. Hal ini juga dapat menjadi solusi untuk menghindari inkonsistensi pola asuh. Sekian, mudah-mudahan bermanfaat.

Autisme atau ADHD?

Assalamualaikum,
Kepada tim P3H, saya ingin menceritakan kondisi putra saya. Ananda telah menunjukkan gejala keterlambatan perkembangan sejak usia 2 tahun, yaitu kurang mau dan sulit berbicara, kurang fokus pada aktivitas, dan menggumamkan bahasa aneh. Pada waktu itu, saya bawa ke psikolog, dan didiagnosis psikolog ada gejala autisme ringan. Pada usia 3,5 tahun, saya periksakan ke sebuah rumah sakit bagian anak dan dinyatakan bahwa ananda menunjukkan kecenderungan ADHD. Saya ingin tahu, apakah anak saya memang punya kelainan itu? Menurut saya, dia hanya terlambat bicara dan kurang konsentrasi. Saya merasa serem dengar istilah autis atau ADHD. Saya juga takut, kalau saya teruskan saran rumah sakit, ujung-ujungnya anak saya dikasih resep obat, saya kurang berkenan. Bagaimana saran P3H?
Wassalam
Ibu D

Wa’alaikum salam..
Terimakasih sudah mau berbagi. Sebelum memberi saran, akan kami sampaikan standar untuk menetapkan apakah putra ibu mengalami sindrom autisme atau ADHD.

Diagnosis Autisme Sesuai DSM IV
A. Interaksi Sosial ( minimal 2 ): 1. Tidak mampu menjalin interaksi sosial non verbal : kontak mata, ekspresi muka, posisi tubuh, gerak-gerik kurang tertuju 2. Kesulitan bermain dengan teman sebaya 3. Tidak ada empati, perilaku berbagi kesenangan / minat 4. Kurang mampu mengadakan hubungan sosial & emosional 2 arah
B. Komunikasi Sosial ( minimal 1 ) 1. Tidak / terlambat bicara, tidak berusaha berkomunikasi non verbal 2. Bisa bicara tapi tidak untuk komunikasi / inisiasi, egosentris 3. Bahasa aneh & diulang-ulang / stereotip 4. Cara bermain kurang variatif / imajinatif, kurang imitasi social
C. Imaginasi, berpikir flesibel dan bermain imaginatif ( minimal 1 ) 1. Mempertahankan 1 minat atau lebih dg. cara yang sangat khas & berlebihan, baik intensitas & fokus 2. Terpaku pada suatu kegiatan ritualistik / rutinitas yang tidak berguna 3. Ada gerakan-gerakan aneh yang khas dan berulang-ulang. Seringkali sangat terpukau pada bagian-bagian tertentu dari suatu benda

Diagnosis Gangguan Hiperkinetik (ADHD) DSM IV
1. Tidak dapat berkonsentrasi
Paling sedikit terdapat 6 gejala yang menetap minimal selama 6 bulan dari gejala berikut ini :
  • Tidak mampu memberikan perhatian pada yang hal-hal kecil, sering membuat kesalahan yang sesungguhnya tidak perlu terjadi pada waktu mengerjakan tugas sekolah
  • Tidak mampu memusatkan perhatian secara terus menerus pada waktu menyelesaikan tugas atau bermain
  • Sering tampak tidak mendengarkan
  • Sering tidak dapat mengikuti perintah dan gagal menyelesaikan tugas sekolah atau tugas lainnya
  • Sering mengalami kesulitan untuk mengatur tugas atau aktivitas lainnya
  • Sering menolak atau tidak menyukai tugas yang memerlukan perhatian terus menerus
  • Sering kehilangan barang-barang yang diperlukan
  • Perhatiannya mudah beralih oleh rangsang dari luar
  • Sering lupa dalam menyelesaikan tugas sehari-hari

2. Hiperaktivitas dan Impulsifitas
Paling sedikit terdapat 6 gejala yang menetap minimal selama 6 bulan dari gejala berikut:
Hiperaktivitas

  • Tidak dapat duduk diam, tangan/kakinya tidak dapat diam
  • Sering meninggalkan tempat duduk pada waktu mengikuti kegiatan didalam kelas atau kegiatan lainnya yang mengharuskan tetap duduk
  • Berlari-lari atau memanjat secara berlebihan
  • Tidak dapat mengikuti aktivitas dengan tenang
  • Selalu 'bergerak terus' atau berlaku bagaikan didorong oleh 'mesin'
  • Sering banyak bicara

Impulsivitas

  • Terlalu cepat memberikan jawaban, sebelum pertanyaan selesai didengar
  • Sulit menunggu giliran
  • Sering melakukan interupsi atau menganggu orang lain

3. Gejala tersebut terjadi sebelum usia 7 tahun
4. Gejala-gejala tersebut terjadi pada lebih dari satu situasi (di rumah, sekolah, dll)
5. Gejala-gejala tersebut secara klinis nyata menimbulkan kendala dalam kegiatan sosial, akademik, dan tugas-tugas lainnya
6. Gejala-gejala tersebut tidak diakibatkan oleh gangguan perkembangan pervasif, skizoprenia, gangguan psikosa lainnya, dan gangguan jiwa yang lain


Nah, ibu dapat melakukan observasi pada putra ibu, apakah lebih cenderung sutisme atau ADHD. Jika memang nampak keseluruhan dari gejala di atas ada pada putra ibu, berarti tingkat autisme atau ADHD termasuk kategori berat dan penggunaan obat yang ibu khawatirkan sangat mungkin diperlukan. Oleh karena itu, segera konsultasikan pada ahli autisme dan ADHD. Mohon maaf kami masih memiliki keterbatasan penanganan permasalahan tersebut. Jika terdapat sebagian gejala di atas, kemungkinan memang tarafnya autisme atau ADHD masih ringan seperti diagnosis psikolog sebelumnya, kami dapat membantu. Sebaiknya memang segera mendapatkan penanganan terapi agar kondisinya tidak bertambah parah, paling tidak terapi okupasi untuk membantunya melaksanakan aktivitas sehari-hari dan terapi wicara untuk meningkatkan kemampuan berbahasanya. Datanglah ke kantor kami untuk diskusi lebih lanjut.

Wassalam (Tim P3H)